Selasa, 30 Desember 2008

Tragedi Palestina: Potret Kelemahan Umat Islam

Tiga hari lalu, lagi-lagi Israel menyerang Jalur Gaza. Lebih 250 orang jadi korban kebiadaban negeri Yahudi itu. Serangan mendadak Israel tersebut merupakan kado pahit saat orang Islam merayakan Tahun Baru Islam 1430 H dan kado Natal yang mengerikan bagi orang Nasrani Palestina.
Kondisi umat Islam di Palestina adalah potret yang terang benderang betapa lemahnya umat Islam di hadapan negara zionis Israel. Bahkan dunia internasional juga tak kalah lemahnya dalam menghadapi kebiadaban Israel. PBB tak ubahnya macan ompong di mata Israel. Seruan dan resolusi PBB tak pernah digubris negara itu.
Aku terkadang tercenung, kapan umat Islam bisa bersatu padu dan menjadi kekuatan dunia sehingga bisa melindungi saudara-saudara mereka di Palestina lantas mengusir Israel dari tanah Palestina. Kapan? Mudah-mudahan saya tidak sedang bermimpi.
Orang Yahudi memang sulit dipercayai. Hal itu sudah jelas ditegaskan dalam Alquran. Bahkan Nabi Muhammad sendiri merasakan betapa sakitnya pengkhianatan kaum Yahudi Quraizhah. Perjanjian demi perjanjian seolah tak ada artinya di mata orang Yahudi. Sungguh aneh jika kelompok Fatah Palestina masih juga mempercayai Israel Yahudi padahal berkali-kali dikhianati.
Saya yakin, Tuhan tidak pernah tidur atau berpangku tangan saat terjadi berbagai penindasan dan ketidakadilan di muka bumi ini. Kalau tidak ada kekuasaan Tuhan yang mengendalikan dunia ini, pasti dunia sudah hancur dari dulu oleh tangan-tangan para tiran. Demikian kata Quran. Jadi, aku masih berfikir positif terhadap Tuhan. Aku tidak jadi atheis hanya karena tidak mengetahui bagaimana wujud kekuasaan Tuhan dalam mengendalikan alam semesta ini.
Mungkin orang-orang Islam masih suka cakar-cakaran sendiri. Para pemimpin Islam masih sibuk dengan kekuasaannya sendiri. Masih suka diadu domba oleh Amerika. Atau masih suka menjadi kacung Amerika.
Ah, sekali lagi, aku berharap suatu saat kelak orang Islam memiliki kekuatan ekonomi, militer, teknologi. Dengan demikian, ayo kita hadapi Amerika dan Israel dengan kepala tegak! Saya berharap suatu saat, umat Islam memilki kekuatan militer yang disegani sehingga Israel berfikir seribu kali untuk melakukan agresi ke Palestina. Ada sejumput optimisme dengan bangkitnya Iran di hadapan kecongkakan Israel dan negara-negara Barat. Hingga saat ini, Israel dan negara-negara tak berani menyerang Iran yang memang memiki kekuatan militer.
Baca selanjutnya..

Jumat, 26 Desember 2008

Rahma Azhari dan Sarah Azhari

Saya kira, tak ada yang menyangkal kalau kedua adik kakak dari keluarga Azhari itu memang cantik. Meski keduanya tak ada hubungan keluarga dengan ketua KPK, Antasari Azhari, atau dengan almarhum teroris, Dr. Azhari dari Malaysia. Sayang seribu sayang, kecantikan keduanya tidak disertai dengan sikap santun dan bersahaja sebagai salah satu manifestasi rasa syukur kepada Tuhan yang menganugerahkan kecantikan.
Alih-alih bersikap santun, keduanya justru mengumbar kemolekan tubuh ke media massa. Berulang kali, pose mesum mereka tersebar di media massa. Yang terakhir, adalah pose keduanya sedang berbugil ria dengan penuh ceria seolah tanpa dosa saat mandi. Apapun dalihnya, publikasi itu tak kan terjadi jika mereka tidak pernah sama sekali berpose syur. Penampilan panas mereka selama ini tentu menjadi pintu masuk yang terbuka lebar bagi lelaki iseng yang kepanasan untuk menyebarkan pose-pose panas mereka. Siapa yang menanam angin, ia pun kelak menuai badai.
Kini Rahma Azhari berurai air mata di depan para wartawan. Ia merasa imagenya rusak, malu, dan harga dirinya hancur. Ia tidak ingin anak perempuannya menganggap dirinya sebagai perempuan tidak benar. Sungguh aneh sebenarnya.
Jika tidak ingin image rusak, ngapain juga pake foto bugil. Ya, meski untuk konsumsi sendiri. Bukankah keduanya publik figur, sehingga apapun yang sensasional tentang mereka, pasti jadi bahan berita? Lucu bin aneh! Kalau tak ingin tercoreng arang, jangan bermain-main arang!
Baca selanjutnya..

Selasa, 23 Desember 2008

Di Pengungsiaan

Tak terasa aku dan keluarga telah enam hari berada di pengungsiaan. Banjir yang merendam rumahku dan sekitarnya membuatku serta keluarga harus mengungsi ke tempat yang aman. Pilihan tempat aman itu jatuh pada rumah, tepatnya gudang, yang dihuni oleh pembantu kami selama ini. Berjejalan di tempat yang sempit membuat interaksi kami begitu intens. Kini aku sekeluarga telah kembali ke rumah. Meski barang-barang masih banyak yang belum dibereskan.
Bulan Desember betul-betul bulan cobaan bagi kami. Berturut-turut terjadi: ibu mertuaku ditabrak motor hingga sekarang sudah dua minggu dalam kondisi koma di ruang ICU RS Mitra Cirebon; banjir menerjang desaku, termasuk rumahku; istriku tertusuk bekas tusuk sate di kaki hingga harus dibawa ke rumah sakit untuk divaksin anti tetanus; aku tergolek lemah diterjang demam karena kecapekan usai membereskan rumah paska banjir; adik sepupuku jatuh dari motor hingga mukanya penuh luka.
Bulan Desember memang seringkali meninggalkan cerita pilu. Tahun 2003 lalu, di bulan Desember, banjir besar juga melanda hampir separuh Indramayu. Saat itu, di rumahku ketinggian air sekitar 1,5 meter. Tsunami di Aceh juga terjadi pada bulan Desember.
Apa yang bisa diambil hikmahnya atas semua kejadiaan ini? Ternyata kita memang harus banyak bersyukur. Betapapun banyak musibah menimpa diri kita, ternyata masih banyak anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta. Sayang kita seringkali gagap untuk mencermati anugerah-Nya. "Andai kau menghitung nikmat Allah, kau tak kan pernah mampu melakukannya." Begitu firman-Nya dalam Alquran.
Bulan November lalu, istriku diterima sebagai CPNS. Bukankah itu sebuah nikmat-Nya? Masih banyak anugerah dan nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Ketika aku di pengungsiaan, aku pun trenyuh. Betapa rumah yang lebih tepat disebut gudang ukuran 5 x 3 meter harus dijejali lima orang. Ternyata rumahku jauh lebih baik dari rumah itu. Bukankah hal itu harus membuatku banyak bersyukur?
Baca selanjutnya..

Rabu, 17 Desember 2008

Banjir di Terisi Indramayu


Banjir melanda setidaknya tiga desa, Karangasem, Rajasinga, dan Jatimulya, di Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Air mulai masuk ke perumahan sekira pukul 13.00. Banjir akibat tanggul di sungai Cipanas jebol setelah debet air melonjak tajam yang datang dari hulu. Di Terisi sendiri, tidak terjadi hujan.
Ketinggian air bervariasi. Rumah-rumah yang ada di pinggir sungai, nyaris setinggi atap. Sedang di sebagian rumah, air sudah masuk setinggi dada orang dewasa. Di jalanan, air setinggi lutut.
Belum ada korban jiwa. Namun, ada korban gadis bernama Puji (15) yang digigit ular saat air air mulai menggenang sekitar rumahnya. Kini korban dibawa ke RS Bhayangkara Losarang setelah Puskesmas Terisi tidak sanggup mengatasi.
Sebagian pemuda memanfaatkan banjir dengan melayani penyeberangan motor menggunakan gerobak. Baca selanjutnya..

Selasa, 16 Desember 2008

Pengemis Mau Poligami

Suatu hari usai Shalat Jum'at, di bulan Oktober 2008, ketika tengah memeriksa berkas-berkas di kantor, saya kedatangan sepasang lelaki perempuan yang sudah separuh baya. Sang laki-laki berbadan kurus dengan peci lusuh. Kaki dan tanggannya yang sebelah kanan (maaf) lebih kecil dan agak bengkok sehingga kalau jalan agak terpincang-pincang. Sedangkan si perempuan berperawakan agak gemuk dengan kulit kehitaman.
Usai menjawab salam, saya persilahkan kedua orang itu untuk duduk di ruang tamu kantor. Sementara dua orang tukang ojek yang mengantar mereka berdua duduk di bangku depan kantor.
Ketika kutanya asal mereka, keduanya mengaku berasal dari sebuah desa di kecamatan lain, namun masih termasuk wilayah Indramayu. Singkat cerita, si lelaki paruh baya itu hendak menikah dengan perempuan yang saat itu duduk di sampingnya. Karena hendak menikah, saya pun menanyakan surat-surat kelengkapan administrasinya. Ternyata tidak ada! Saya juga menanyakan mana walinya. Lagi-lagi tidak ada!
"Pak, kalau mau menikah resmi, silahkan dilengkapi surat-suratnya, dari desa dan KUA Kecamatan tempat Bapak tinggal. Terus perempuan juga harus ada walinya! Menikah itu bukan seperti orang mau beli kue di pasar. Kalau sudah pengen, langsung aja. Tidak memakai syarat macem-macem." ujarku dengan menahan gondok di hati.
Setelah saya korek sedemikian rupa, sang lelaki itu mengaku seorang pengemis dan masih memiliki istri. Lho, hebat kan? Pengemis saja mau poligami! Pendapatannya sehari-hari rata-rata 50 ribu.
Setelah ngobrol macam-macam, akhirnya kedua orang itu pun pulang ke desanya. Tentu saja, saya tidak bersedia menikahkan kedua orang itu. Sepulangnya tamu, saya jadi tercenung. Betapa institusi pernikahan sedemikian rupa dibuat rendah. Tanpa surat keterangan asal-usul, tanpa adanya wali, tanpa ada izin poligami, tanpa keterangan status, seenaknya saja orang mau menikah. Sungguh fenomena yang membuat hatiku pilu.
Memang menikah adalah sunnah Nabi Muhammad. Tapi tentu saja, pernikahan juga harus sesuai dengan aturan dan persyaratan yang ada.
Baca selanjutnya..

Bimbang

Aku tersaput bimbang dalam sumbang
kala tegang cari pegang
Jangan Kau lari dari pelukku
Biarkan aku menuntaskan rinduku
sebelum membeku dalam asing-Mu

Aku meradang dibakar matahari
Debu beterbangan menebarkan semu
Dunia semakin tertatih
meniti di lorong-lorong cahaya

Temani aku meraup suka dalam ridha-Mu
menepis lara dan menerjang kelam
dalam siraman cahaya kasih-Mu
Jangan biarku aku dipasung bisu dalam sepi

Yogyakarta, 1993 Baca selanjutnya..

Kamis, 11 Desember 2008

Berlomba-Lomba jadi Caleg

Setiap kali saya berangkat ke kampus, saya terpaksa melihat berbagai baliho dan poster dari para caleg dan capres di sepanjang jalan. Sungguh, membuatku agak mual. Orang-orang berlomba-lomba mengajukan diri sebagai wakil rakyat dan pemimpin. Padahal belum tentu mereka kapabel dan memiliki integritas moral untuk mengemban amanat sebagai wakil rakyat atau pemimpin.
Euforia demokrasi setelah sekian lama terkungkung dalam rezim otoriter Orde Baru, ternyata membuat rakyat Indonesia tak ubahnya kuda binal yang baru lepas dari kandang. Orang-orang menunjukkan sikap narsistik. Merasa hebat, merasa mampu, pintar, dan seterusnya.
Bagiku, ini fenomena tidak sehat. Orang bisa dengan mudah mengajukan diri sebagai wakil rakyat atau capres. Dengan modal duit banyak, jatah kursi caleg bisa dibeli. Petinggi partai tak ubahnya cukong politik.
Di sisi lain, partai-partai gurem yang tidak memiliki basis massa kuat, akhirnya mengajukan caleg asal-asalan. Bayangkan, seorang anak "ingusan" yang tak memiliki pengalaman politik, bisa nangkring di urutan atas caleg. Ketika saya tanya tentang tugas utama seorang anggota legislatif, ia hanya melongo bingung. Ironis!
Saya setuju, kalau sistem kepartaian dipangkas. Sekarang jumlah partai sudah terlalu banyak. Banyak tokoh yang hanya karena kepentingannya di partai terdahulu tidak tertampung, ia pun buat partai baru. Mendirikan partai seolah seperti membuat karang taruna. Persoalan apakah partainya disukai rakyat atau tidak, menjadi tidak penting.
Sayang sekali, undang-undang kepartaian memang masih memungkin orang untuk mendirikan partai tanpa ada batasan jumlah. Harus ada undang-undang yang betul menyeleksi dengan ketat partai. Dengan demikian, jumlah partai tidak gemuk seperti sekarang. Akhirnya, hal itu diharapkan akan menjadi saringan ketat yang menghasilkan partai-partai yang betul memiliki basis massa dan ideologi yang kuat.
Para petualang politik yang hanya mengejar kekuasaan, harus dibatasi sepak terjangnya. Pembatasan jumlah partai bukanlah berarti melanggar HAM. Orang yang merasa mampu jadi pemimpin, silahkan mengasah dirinya dulu agar dipercaya orang. Jangan ketika tidak dipercaya, lantas berkoar-koar macam-macam. Hal itu hanya mencerminkan, dia memang belum layak jadi pemimpin yang bijak.
Baca selanjutnya..