Minggu, 04 Januari 2009

Balada Kawin Kontrak 1

Perempuan itu kutaksir berumur sekitar 25 tahun. Masih relatif muda. Parasnya memang tidak secantik Luna Maya. Tapi, menurutku, memang tidak mengecewakan. Penampilannya menarik dengan jilbab melilit wajahnya serta celana jeans membalut kakinya. Saat itu ia menggendong seorang anak kecil usia sekitar 2 tahunan. Di belakangnya, seorang anak kecil perempuan berumur sekitar 4 tahunan berjalan ceria. Ketika kutanya kepada narasumberku, anak perempuan itu adalah anak perempuan berjilbab itu.

Sesaat kemudian, perempuan itu memasuki rumahnya yang megah dibandingkan rumah-rumah sekitarnya. Terletak tidak jauh dari bibir kali, rumah itu memang menjadi santapan banjir jika tanggul yang menahan kali jebol. Ya, seperti yang terjadi di bulan yang lalu di desaku ini. Dengan cat berwarna pink, rumah itu tampil mencolok di antara rerimbunan pohon yang masih ada di sisi kiri kanan.

"Sudah lima tahun lho, Pak, dia melakukan kawin kontrak," ujar narasumberku mengawali pembicaraan.

"Wah, lama juga, ya," kataku menimpali.

Cerita pun meluncur deras dari narasumberku yang juga bertetangga persis di depan rumah sang primadona "Arab" itu. Perempuan itu ternyata sebelumnya sudah pernah bersuami secara resmi, bahkan hingga memiliki seorang anak perempuan. Ya, perempuan kecil yang berlari-lari kecil di belakang ibunya yang kulihat barusan.

Tuntutan ekonomi memang terkadang membuat kalap mata banyak orang. Si perempuan itu, sebutlah namanya, Inem, memang diterjang badai kemiskinan. Sekitar tujuh tahun silam, sebelum memutuskan pergi menjadi TKW di Arab Saudi, Inem adalah seorang anak yatim. Ayahnya meninggal dunia, sedangkan sang ibu kawin lagi dengan lelaki lain. Ia kemudian kawin dengan seorang lelaki sekampung. Demi memperbaiki ekonomi keluarga dan memperbaiki rumahnya yang nyaris roboh, Inem pun meninggalkan sang suami dan anak kecilnya yang masih bayi. Ia pergi ke Arab Saudi untuk menjadi pembantu rumah tangga.

Ternyata menjadi TKW merupakan awal Inem terjerembab dalam cinta terlarang dengan sang majikan dan si anak majikan sekaligus. Hebat juga ya? Anak dan Bapak, yang orang Arab itu, berebut cinta sang pembantu dari Indonesia. Kucing-kucingan pun terjadi. Sang anak majikan bercinta dengan si pembantu saat si ayah pergi. Begitu pula sebaliknya.

Tapi, kucing-kucingan itu tak terjadi lama. Tampaknya cinta si anak majikan kepada sang pembantu jauh lebih besar daripada cinta sang majikan sendiri. Apalagi si pembantu tentu lebih suka brondong tajir daripada sama sang majikan yang sudah tua bangka. Akhirnya, setelah menyusun skenario sedemikian rupa, sang pembantu disuruh pulang ke Indonesia oleh si anak majikan.

Kepulangan sang pembantu juga membawa segerobak janji dari si anak majikan. Ia akan dikirimi uang setiap bulan jika sudah sampai di Indonesia. Dan ternyata memang benar. Kiriman demi kiriman datang ke kocek si Inem. Ia pun sedikit demi sedikit mampu memperbaiki ekonomi rumahnya. Rumah dibangun, perabotan rumah tangga dilengkapi, dan motor baru pun nongkrong di garasi.

"Kesuksesan" si Inem tak urung tercium oleh si paman yang mata duitan dan memiliki naluri bisnis tajam. Apalagi sang paman juga sudah mendengar bahwa keponakannya itu dicintai oleh si anak majikannya di Arab. Rencana pun dipersiapkan sematang mungkin. Suami Inem dipaksa untuk menceraikan Inem. Tentu saja perceraiannya pun di bawah tangan. Meski masih mencintai sang suami, Inem pun akhirnya mengalah dengan keinginan sang paman.

Setelah bercerai, Inem pun mulai "dijual" oleh sang paman kepada anak majikan dari Arab Saudi itu. Gayung bersambut. Si Arab setuju untuk mengawini Inem. Hanya saja kawin kontrak. Untuk langkah awal, kontrak dibuat hanya dua tahun. Kalau ternyata berjalan mulus, dan si Arab belum puas menikmati tubuh Inem, kontrak boleh terus dilanjutkan.

Sekitar enam bulan usai kepulangan Inem dari Arab Saudi, dan ia juga sudah bercerai dengan sang suami, anak mantan majikannya itu pun datang ke Indonesia. Ia bermaksud melamar mantan pembantunya. Repotnya, pihak aparat keamanan setempat, meminta uang 10 juta jika perkawinan kontrak ingin dilangsungkan aman di desa Inem. Akhirnya, agar tidak bikin repot dan menghabiskan banyak biaya, pernikahan itu pun dilangsungan di Puncak Bogor. Saat itu, para tetangga tak ada yang mengetahui.

(bersambung)

Posting Komentar