Kamis, 06 November 2008

Kebebasan Seks dan Moralitas

Ada yang kontradiktif di masyarakat modern, khususnya masyarakat Barat. Di satu sisi mereka begitu mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan seks. Sepasang lawan jenis atau bahkan sesama jenis, boleh memutuskan hidup bersama meski tanpa ikatan perkawinan. Ketika menjalani hidup bersama itulah, tentu saja mereka pun melakukan hubungan seksual layaknya suami istri. Di sisi lain, mereka juga bebas melakukan hubungan seksual dengan siapa pun, lawan jenis atau pun sejenis, selama “tidak ada yang dirugikan” dan dilakukan atas dasar “suka sama suka”. Ya, meskipun tanpa ikatan perkawinan. Jika sepasang teman saling menginginkan hubungan seksual, maka lakukan saja. Tak perlu ada yang ditakutkan. Selama keduanya melakukan dengan senang dan siap dengan segala risikonya, maka show must go on.
Namun di sinilah letak kontradiksinya. Di tengah begitu permisifnya mereka terhadap seks, namun ternyata mereka juga menyadari –diakui ataupun tidak—bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang benar. Mereka juga menyadari bahwa keharusan untuk melakukan hubungan seksual hanya di dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu nilai yang luhur dan terhormat. Hal itulah yang tampak pada kasus ketika Bill Clinton terlibat skandal dengan Monica Lewinsky. Masyarakat Amerika pun heboh dan mengecam sang presiden. Nyaris Clinton jatuh dari singgasananya karena skandal tersebut. Betapapun, masyarakat Amerika ternyata masih mengharapkan presiden mereka sebagai orang yang menjunjung tinggi moralitas.
Begitu pula ketika pada pemilihan presiden Amerika yang baru saja terjadi. Hal ini menimpa calon wakil presiden dari Partai Republik, Sarah Palin. Perempuan cantik itu ternyata memiliki seorang anak perempuan yang sedang hamil besar padahal ia belum menikah. Hal itu tak urung membuat Palin menjadi bahan kecaman masyarakat Amerika. Kehamilan sang anak yang di luar nikah ternyata masih dianggap sesuatu yang buruk oleh masyarakat Amerika sehingga menjadi bahan pergunjingan yang menyudutkan bagi Palin. Sebagaimana diketahui, Sarah Palin pun gagal mendampingi John McCain sebagai wakil presiden. Meski juga disadari, faktor hamil di luar nikah bukanlah satu-satunya faktor penyebab kekalahan duet McCain dan Palin di pemilihan presiden Amerika tersebut.
Berkaca dari fenomena itu, ternyata bisa dinyatakan bahwa manusia memang tidak bisa mengelabui hati nuraninya bahwa kebebasan seksual bukanlah sesuatu yang baik. Betapapun liberalnya sebuah masyarakat, ternyata mereka mengakui bahwa hubungan seks di luar nikah adalah sesuatu yang membuat kehormatan diri mereka bisa tercoreng, apalagi bagi seorang pemimpin atau calon pemimpin. Namun manusia memang sering kali berhati bebal. Meskipun menyadari bahwa kebebasan seks itu adalah sesuatu yang buruk dan menghancurkan kehormatan, tapi tetap saja melakukannya. Nah itu pula yang akhirnya membuat terjungkal sang calon (konon) menteri agama dari Golkar, Yahya Zaini. Ia terjungkal dari dunia politik karena ketahuan berhubungan seks dengan Maria Eva, yang jelas-jelas bukan istrinya. Wallahu a’lam.

Posting Komentar