Sabtu, 29 November 2008

Bold and Beautiful

How many beautiful women and handsome men. But who can guarantee the beautiful women and handsome men also have a heart and good behavior? Even often beautiful women and handsome men are like the sweet fruit outside but no worm in it. Because of that, and not any beautiful women and men nan nan stacked so that a suitable partner for those who admire and are interested in it.
Physically, Jennifer Lopez is beautiful. Perhaps there are people who do not reject it. Physically, Brad Pitt also very handsome. However, let us think more. Often we admire the physical beauty of a person because we actually do not really know more details and closer to the people. We know only through television, tabloids, magazines and other mass media. There is a far distance between ourselves with objects that our people admire physical beauty. There are the make-up, camera angle, landing style, and others that make someone appear beautiful or handsome. Even he may just not the environment we imagine.
Because we know more in less of the people we admire the beauty of the physical, so we do not even know the negative things that also are owned by people we admire it. Perhaps only a Luna Maya, for example, does not appear to be beautiful if he sleeps with a new face creased without make up and hair is untidy. Similarly, a Tora Sudiro may not appear to be stacked in the eyes when we know he is drunk stagger away in the fall of a dirty drain.
Assessment of beauty or handsomeness someone also associated with inner beauty and behavior. In other languages, there is inner beauty. Therefore, many people, including me, also no longer considered "beautiful" to the Siti Nurhaliza when she "seize" the husband. While physical beauty is not complemented by the beauty and behavior, then it is time, the physical beauty become less meaningful. Physical beauty is not more of a temptation for those who toil mengaguminya. Beauty of a Astri Ivo using closed clothes and never heard problematic in the household, about 180 degrees different with the beauty of a Pamela Anderson that interfaces dent body and the shattered house. A beauty that is calm, beauty is the only cause anxiety because of her sexual appeal.
On the other hand, a beauty or handsomeness admire other people, it should also be aware that not necessarily admired people who really fit with himself. Someone should have to learn to receive what the spouse who is supporting himself. We may partner is not as beautiful or handsome artist that we admire. However, we have really experienced and feel the love, goodness, love and our partner for this. While the people we admire beauty is not necessarily as it's now.
So let, we learn to accept what the conditions with our partner for this. Javanese people say it with the term nrimo. Arabs say it qana'ah. Nothing beautiful women if he interfaces beauty to every man with a flirtatious behavior. There is no loyalty in love that he hold tight. Nothing that handsome man if he himself only utilize the smartness to hurt many women's hearts. He spread a lot of love for the cast to many women.
Baca selanjutnya..

Rabu, 26 November 2008

Obrolan Poligami

Seorang lelaki baru saja menikahi putri seorang ulama terkenal yang berpoligami.
"Nak, saya berpesan padamu," kata si ulama yang kaya raya itu, "perlakukan istrimu dengan baik. Jangan kau menduakannya dengan berpoligami karena akan menyakiti istrimu."
"Lho, bapak sendiri kan berpoligami?! Berarti bapak juga menyakiti ibu, istri tua bapak," protes sang menantu.
"Betul, anakku. Tapi bapak telah menyadari sakitnya poligami adalah justru obat dari sakit yang jauh lebih besar, yaitu ego kepemilikan."
"Ego kepemilikan bagaimana maksud bapak?
"Hampir semua wanita tidak rela suaminya menikah lagi. Ada rasa memiliki yang kuat dalam diri wanita terhadap suaminya. Seolah suaminya adalah miliknya sendiri. Padahal tak ada apapun yang bisa kita miliki di dunia ini, termasuk suami, istri, anak, harta, jabatan, popularitas, dan lain-lain."
"Memang tidak boleh ada rasa memiliki dalam diri kita? Repot dong kalau kita tidak memiliki. Nanti bisa-bisa suami atau istri kita berselingkuh dibiarin aja."
"Hmm. Anakku, kita semua bukan pemilik. Kita semua hanyalah orang yang diberi titipan oleh Sang Pemilik sejati, Tuhan Pencipta jagat raya. Kita diberi amanat untuk menjaga dan merawat dengan sebaik-baiknya semua yang dititipkan kepada kita, baik berupa istri, suami, anak, harta, jabatan, ketenaran, dan lain-lain. Pada saatnya, rela atau tidak rela, semua itu akan diambil kembali oleh $ang Pemiliknya."
"Maaf, bapak, mohon tidak tersinggung. Apa bukan karena ingin mengikuti hawa nafsu saja orang berpoligami? Pengen cari yang muda dan cantik?"
"Ha..ha.. Bapak sudah sering dituduh begitu. Cantik dan muda hanyalah salah satu pintu untuk memasuki tujuan yang lebih agung. Pintu itu sah adanya dan orang boleh memasukinya. Namun sekali lagi, ia tetaplah pintu, bukan isi rumah sesungguhnya."
"Ngomong-ngomong, kenapa Bapak meminta saya tidak berpoligami jika memang tujuan poligami seperti itu?"
"Karena Bapak tahu, putri Bapak belum mampu melepas selubung ego kepemilikan dari hatinya. Dan kau pun belum cukup kuat untuk memikul tanggung jawab yang besar dan bersikap adil jika berpoligami."
"Lantas ibu sendiri bagaimana? Ibu kan juga mungkin sakit hati dipoligami oleh Bapak. Apa ibu sudah bisa membuang ego kepemilikannya?"
"Ibu sudah mengetahui betapa penting membuang ego kepemilikan di dalam hati. Sekarang ibu sedang menjalani langsung hal itu. Tentu tidak selamanya mulus. Masih ada hal-hal manusiawi yang terjadi. Istri-istri Nabi sendiri masih suka cemburu."
"Jadi, saya boleh poligami tidak, Pak?"
"Belum saatnya, anakku. Poligami bukan datang dari keinginan pribadi yang diniatkan dari awal. Tapi lebih merupakan tuntutan keadaan. Ada misi sosial yang juga diemban. Sudahlah. Belajarlah lebih dulu."
Baca selanjutnya..

Minggu, 23 November 2008

Tentang Kartun Nabi Muhammad

Baru-baru ini umat Islam Indonesia kembali dihebohkan dengan kartun Nabi Muhammad. Adalah blog Lapotuak dan Kebohongan dari Islam yang mempublikasikan kartun tersebut. Untung saja pihak Wordpress selaku penyedia layanan kedua blog tersebut dengan sigap menutup keduanya.
Tampaknya, umat Islam tidak pernah dibiarkan tenang oleh pihak-pihak yang memendam kebencian. Baru saja umat Islam Indonesia mulai reda dari kontroversi Ahmadiyah, kini persoalan lain dimunculkan kembali. Toleransi beragama ternyata masih menjadi pemanis bibir saja. Baca selanjutnya..

Jumat, 21 November 2008

Kolonialisme Modern

Dulu para pahlawan kita dengan gagah berani melawan para penjajah, Belanda dan Jepang. Meskipun persenjataan mereka tidak sebanding dengan yang dimiliki oleh pihak penjajah. Bayangkan, bambu runcing dan pedang melawan senjata api canggih dan meriam. Tapi, ternyata mereka tidak berputus asa dengan keadaan diri sendiri. Mereka tidak minder hanya karena kekuatan lawan jauh lebih besar dari kekuatan sendiri.
Mereka tetap menyadari, memang di satu sisi sang penjajah menampilkan dirinya dengan wajah yang baik-baik melalui berbagai kebijakan politik seperti politik etis dan pembangunan berbagai infrastruktur, seperti rel kereta api dan lain. Namun di sisi lain, mereka juga mengeruk habis kekayaan alam negeri ini. Mereka menyiksa anak-anak negeri dengan kerja rodi. Mereka tumpas habis tanpa ampun para pejuang yang hendak mempertahankan kehormatan negeri ini. Bagi para penjajah, orang-orang Indonesia yang melawan angkat senjata adalah para pemberontak, inlander. Namun bagi orang Indonesia sendiri, mereka adalah para pejuang terhormat.
Dan zaman pun berubah. Penjajahan secara fisik seperti dulu itu sudah lewat. Kini kita sudah menjadi negara merdeka. Ya, meskipun istilah “merdeka” itu bisa kita perdebatkan lebih lanjut. Negara-negara penjajah itu, Belanda dan Jepang, kini sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tampaknya tak ada beban sejarah atas segala kejahatan kolonialisme yang kedua negara itu lakukan terhadap negara kita. Sementara di sisi lain, kita pun tampaknya tak begitu memedulikan terhadap kejahatan kolonialisme tersebut. Dengan kata lain, mungkin kita memang betul-betul bangsa pemaaf atau bangsa yang naif dan inferior?
Kini di zaman global yang semakin menyempitkan batas-batas geografis dan kultural sebuah negara, bangsa ini pun masih saja begitu terkesan inferior di hadapan negara-negara “maju”. Harus diakui, kita memang banyak ketinggalan dalam banyak aspek: ekonomi, teknologi, militer, dan lain-lain. Namun hal itu tidaklah menjadi justifikasi atas sikap inferior kita terhadap mereka. Harus saya ingatkan lagi, para pahlawan kita dulu, tetap berani berdiri tegak melawan para penjajah meski persenjataan mereka seadanya.
Ada semacam sindrom inferority complex yang dihinggapi oleh sebagian komponen bangsa ini, terutama para pemimpin dan cendekiawannya. Lihat saja, mereka begitu takluk dengan senjata-senjata modern non fisik yang diarahkan oleh negara-negara mantan penjajah itu. Memang senjata tersebut tidak begitu terlihat nyata sebagaimana zaman dulu. Senjata-senjata kolonialisme modern sekarang bukanlah senjata api laras panjang, meriam, bazoka, dan lain-lain. Namun, senjata-senjata itu adalah berwujud pemikiran-pemikiran yang tak disadari menggerogoti kemandirian bangsa kita. Sebut saja, misalnya, pemikiran tentang demokrasi, kapitalisme liberal, HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain. Seolah semua pemikiran itu mutlak benar dan harus kita terima mentah-mentah jika ingin menjadi negara yang maju. Wow!
Demokrasi bahkan telah menjadi berhala pemikiran bagi kebanyakan cendekiawan dan pemimpin kita. “Kita harus membangun negara yang demokratis,” begitu kira-kira slogan mereka. Namun bagi saya, demokrasi hanyalah satu cara, metode, jalan dalam menentukan arah negara ini. Tujuan negara yang terpenting adalah membangun masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Jangan kita terperangkap menganggap cara sebagai tujuan. Demokrasi sekali lagi hanyalah cara, bukan tujuan.
Banyak teman-teman saya di kampus dulu yang banyak belajar di negara Barat, seperti Kanada, Jerman, Amerika Serikat, Belanda, Australia, dan lain-lain. Saya termasuk orang yang tidak beruntung karena tidak pintar dan cerdas sehingga tidak mendapat beasiswa seperti mereka. Mungkin, ada orang yang berkata, pendapat saya hanya karena saya iri hati tidak mendapat beasiswa ke negeri-negeri Barat. Terserah saja. Tapi, saya berusaha untuk tidak menjadi orang suka iri hati. Saya harus terima keadaan saya yang masih bisa berkuliah hingga pasca sarjana di negeri ini, negeri sendiri. Masih banyak yang tidak bisa menikmati kuliah di negeri ini. Kalaupun, toh, saya mendapat beasiswa untuk belajar di negeri-negeri Barat, saya berusaha untuk tidak terpengaruh. Dalam istilah Arabnya, yakhtalithun wa la yataghayyarun.
Nah, teman-teman saya yang belajar ke negeri-negeri Barat itu pun pulang dengan pemikiran yang “tercerahkan”. Mereka datang dengan pemikiran yang menggugat ke sana kemari. Mereka membawa pemikiran-pemikiran “modern” seperti demokratisasi, HAM, kesetaraan gender, liberalisme, pluralisme, dan lain-lain. Mereka datang dengan jumawa sembari seolah hendak menyatakan, “Inilah cara pemahaman yang benar.” Wow! Kita digiring untuk mengakui bahwa pemikiran-pemikiran kita yang selama ini diyakini adalah salah dan yang benar adalah model-model pemikiran a la Barat yang mereka bawakan.
Saya pikir, teman-teman saya itu secara tidak langsung dan tanpa disadari sebenarnya sudah terjajah secara intelektual. Mereka justru membantu para penjajah modern untuk memuntahkan peluru dari senjata-senjata pemikiran mereka kepada bangsa ini. Ya, hal ini tak ubahnya seperti para wedana di zaman revolusi dulu yang bukannya membantu perjuangan rakyat Indonesia, namun justru membantu penjajah Belanda dan Jepang untuk menindas rakyat.
Secara intelektual, kita akan tertindas jika tidak mengikuti arus pola pemikiran mereka. Kita akan dikatakan ketinggalan zaman, otoriter, konservatif, dan seterusnya jika tidak mempercayai kebenaran pemikiran-pemikiran tersebut. Pendapat-pendapat yang bertentangan dengan mainstream pemikiran mereka akan dimarjinalkan. Inilah betul-betul penindasan dan penjajahan intelektual yang tidak kasat mata. Namun bisa dirasakan jika kita masih menghargai kemandirian dan harga diri bangsa. Wallahu a’lam.
Baca selanjutnya..

Selasa, 18 November 2008

Menunda Pekerjaan

Kita seringkali paling pintar mencari alasan untuk menunda waktu dan pekerjaan. Padahal alasan-alasan itu sering dibuat-buat dan tidak masuk akal. Ketika kesempatan semakin sempit bahkan hilang, baru kita tersadar betapa bodohnya diri kita yang menyia-nyiakan waktu.
Kedisiplinan berarti pula memaksa diri sendiri untuk menjalani jadwal kegiatan dengan tepat waktu. Betapapun sering kemalasan menggoda kita untuk membuang waktu percuma dengan beribu alasan.
Meskipun sering kali kita ditebas oleh pedang waktu, namun anehnya kita kembali mengulangi kebodohan kita dengan menyia-nyiakan waktu. Ya, hidup memang tidak mudah. Namun jika kita bisa belajar dari pengalaman, mestinya hidup terasa mudah dan indah. Terlalu berharga anugerah hidup jika kita buang percuma waktu dan kesempatan untuk berbuat kebaikan. Baca selanjutnya..

Rabu, 12 November 2008

Ramai-ramai Jadi Capres

Tampaknya orang Indonesia lagi betul-betul menikmati euforia demokrasi. Banyak tokoh menawarkan diri jadi calon presiden. SBY, Megawati, Wiranto, Hamengku Buwono, Rizal Malarangeng, Rizal Ramli, Prabowo Subianto, Dien Syamsudin, Ratna Sarumpaet , Sutrisno Bachir, Fadjroel Rachman, dan lain-lain.
Tapi seberapa layak mereka jadi presiden? Rakyat Indonesia mungkin mudah melupakan dan memaafkan kesalahan si capres di masa lalu. Atau mungkin si capres yang tidak tahu diri?
Fenomena banyaknya orang yang mencalonkan diri sebagai presiden menunjukkan dua sisi, positif dan negatif. Positifnya, masyarakat Indonesia semakin percaya diri untuk maju sebagai pemimpin di negeri ini. Bandingkan dengan di masa Orde Baru. Berani berkoar sebagai calon presiden selain Soeharto, berarti menantang maut. Namun negatifnya, hal itu menunjukkan banyaknya orang yang tidak bisa menilai kemampuan dirinya. Bayangkan, persoalan bangsa yang sebesar ini hendak ditangani seorang yang tidak berpengalaman. Lho kok seperti black campaign McCain terhadap Obama?
Mungkin demam Obama lagi menjangkiti sebagian capres itu. Saya sendiri khawatir, apa para capres betul-betul hendak membangun negeri ini atau sekedar hendak menyalurkan nafsu berkuasa saja atau hendak memperkaya diri belaka. Wallahu a'lam.
Baca selanjutnya..

Kamis, 06 November 2008

Kebebasan Seks dan Moralitas

Ada yang kontradiktif di masyarakat modern, khususnya masyarakat Barat. Di satu sisi mereka begitu mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan seks. Sepasang lawan jenis atau bahkan sesama jenis, boleh memutuskan hidup bersama meski tanpa ikatan perkawinan. Ketika menjalani hidup bersama itulah, tentu saja mereka pun melakukan hubungan seksual layaknya suami istri. Di sisi lain, mereka juga bebas melakukan hubungan seksual dengan siapa pun, lawan jenis atau pun sejenis, selama “tidak ada yang dirugikan” dan dilakukan atas dasar “suka sama suka”. Ya, meskipun tanpa ikatan perkawinan. Jika sepasang teman saling menginginkan hubungan seksual, maka lakukan saja. Tak perlu ada yang ditakutkan. Selama keduanya melakukan dengan senang dan siap dengan segala risikonya, maka show must go on.
Namun di sinilah letak kontradiksinya. Di tengah begitu permisifnya mereka terhadap seks, namun ternyata mereka juga menyadari –diakui ataupun tidak—bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang benar. Mereka juga menyadari bahwa keharusan untuk melakukan hubungan seksual hanya di dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu nilai yang luhur dan terhormat. Hal itulah yang tampak pada kasus ketika Bill Clinton terlibat skandal dengan Monica Lewinsky. Masyarakat Amerika pun heboh dan mengecam sang presiden. Nyaris Clinton jatuh dari singgasananya karena skandal tersebut. Betapapun, masyarakat Amerika ternyata masih mengharapkan presiden mereka sebagai orang yang menjunjung tinggi moralitas.
Begitu pula ketika pada pemilihan presiden Amerika yang baru saja terjadi. Hal ini menimpa calon wakil presiden dari Partai Republik, Sarah Palin. Perempuan cantik itu ternyata memiliki seorang anak perempuan yang sedang hamil besar padahal ia belum menikah. Hal itu tak urung membuat Palin menjadi bahan kecaman masyarakat Amerika. Kehamilan sang anak yang di luar nikah ternyata masih dianggap sesuatu yang buruk oleh masyarakat Amerika sehingga menjadi bahan pergunjingan yang menyudutkan bagi Palin. Sebagaimana diketahui, Sarah Palin pun gagal mendampingi John McCain sebagai wakil presiden. Meski juga disadari, faktor hamil di luar nikah bukanlah satu-satunya faktor penyebab kekalahan duet McCain dan Palin di pemilihan presiden Amerika tersebut.
Berkaca dari fenomena itu, ternyata bisa dinyatakan bahwa manusia memang tidak bisa mengelabui hati nuraninya bahwa kebebasan seksual bukanlah sesuatu yang baik. Betapapun liberalnya sebuah masyarakat, ternyata mereka mengakui bahwa hubungan seks di luar nikah adalah sesuatu yang membuat kehormatan diri mereka bisa tercoreng, apalagi bagi seorang pemimpin atau calon pemimpin. Namun manusia memang sering kali berhati bebal. Meskipun menyadari bahwa kebebasan seks itu adalah sesuatu yang buruk dan menghancurkan kehormatan, tapi tetap saja melakukannya. Nah itu pula yang akhirnya membuat terjungkal sang calon (konon) menteri agama dari Golkar, Yahya Zaini. Ia terjungkal dari dunia politik karena ketahuan berhubungan seks dengan Maria Eva, yang jelas-jelas bukan istrinya. Wallahu a’lam.
Baca selanjutnya..

Senin, 03 November 2008

Cantik dan Tampan


Betapa banyak perempuan cantik dan lelaki tampan. Tetapi siapa yang bisa menjamin perempuan cantik dan lelaki tampan itu juga memiliki hati dan perilaku yang baik? Bahkan sering kali perempuan cantik dan lelaki tampan itu laksana buah yang manis di luar tetapi ternyata ada ulat di dalamnya. Karena itulah, tidak serta merta setiap perempuan nan cantik dan lelaki nan tampan itu jadi cocok menjadi pasangan bagi orang yang mengagumi dan tertarik padanya.
Secara lahiriah, Luna Maya memang cantik. Mungkin tidak ada orang yang membantahnya. Secara fisik, Christian Sugiono juga ganteng nian. Namun mari kita merenung lebih dalam. Sering kali kita mengagumi keindahan fisik seseorang karena sebenarnya kita tidak betul-betul mengenal lebih detil dan lebih dekat terhadap orang tersebut. Kita mengenalnya hanya lewat televisi, tabloid, majalah, dan media massa lain. Ada jarak yang cukup jauh antara diri kita dengan obyek orang yang kita kagumi keindahan fisiknya. Ada make up, angel kamera, arahan gaya, dan lain-lain yang membuat seseorang tampak cantik atau tampan. Padahal mungkin saja, saat kita mengenal lebih dekat bagaimana kesehariannya, ia tidaklah seindah yang kita bayangkan.
Karena kita kurang mengenal lebih dalam terhadap orang yang kita kagumi keindahan fisiknya itu, maka kita pun tidak mengenal hal-hal negatif yang juga dimiliki oleh orang yang kita kagumi itu. Mungkin saja seorang Luna Maya, misalnya, tidak akan tampak cantik jika ia baru bangun tidur dengan wajah kucel tanpa make upa serta rambut yang awut-awutan. Begitu pula seorang Tora Sudiro mungkin saja tidak akan tampak tampan di mata kita ketika mengetahuinya sedang mabuk sempoyongan lantas terjerembab di sebuah got yang kotor.
Penilaian terhadap kecantikan atau ketampanan seseorang juga berkaitan dengan keindahan batin dan perilaku. Dalam bahasa lain, ada inner beauty. Karena itulah, banyak orang, termasuk saya, juga tidak lagi menganggap “cantik” terhadap Siti Nurhaliza ketika ia “merebut” suami orang. Saat keindahan fisik tidak dibarengi dengan keindahan hati dan perilaku maka saat itulah, keindahan fisik menjadi kurang bermakna. Keindahan fisiknya tidak lebih dari godaan yang menjebak bagi orang yang mengaguminya. Kecantikan seorang Astri Ivo yang menggunakan busana tertutup dan tidak pernah terdengar bermasalah dalam rumah tangganya, tentu berbeda 180 derajat dengan kecantikan seorang Five Vi yang suka mengumbar lekuk tubuhnya dan rumah tangganya yang berantakan. Yang satu kecantikan yang menimbulkan keteduhan, sedang yang satunya kecantikan yang menimbulkan kegelisahan karena godaan seksualnya.
Di sisi lain, seorang yang mengagumi kecantikan atau ketampanan orang lain, mestinya juga harus menyadari bahwa belum tentu orang yang dikagumi betul-betul cocok dengan dirinya. Mestinya seseorang harus belajar menerima apa adanya pasangannya yang selama ini mendampingi dirinya. Mungkin pasangan kita selama ini tidak secantik atau setampan artis yang kita kagumi. Namun kita sudah betul-betul mengalami dan merasakan cinta, kebaikan, dan kasih sayang pasangan kita selama ini. Sementara orang yang kita kagumi kecantikan atau ketampanannya belum tentu ia sebaik pasangan kita sekarang.
Jadi marilah, kita belajar untuk menerima apa adanya dengan kondisi pasangan kita selama ini. Orang Jawa bilang nrimo. Orang Arab bilang qana’ah. Tak ada gunanya perempuan cantik jika ia mengumbar kecantikannya kepada setiap lelaki dengan tingkah laku yang genit. Tak ada kesetiaan cinta yang ia pegang erat. Tak ada gunanya lelaki ganteng jika ia memanfaatkan kegantengannya hanya untuk menyakit banyak hati wanita. Ia tebarkan banyak cinta semu kepada banyak wanita.
Baca selanjutnya..