Suatu hari usai Shalat Jum'at, di bulan Oktober 2008, ketika tengah memeriksa berkas-berkas di kantor, saya kedatangan sepasang lelaki perempuan yang sudah separuh baya. Sang laki-laki berbadan kurus dengan peci lusuh. Kaki dan tanggannya yang sebelah kanan (maaf) lebih kecil dan agak bengkok sehingga kalau jalan agak terpincang-pincang. Sedangkan si perempuan berperawakan agak gemuk dengan kulit kehitaman.
Usai menjawab salam, saya persilahkan kedua orang itu untuk duduk di ruang tamu kantor. Sementara dua orang tukang ojek yang mengantar mereka berdua duduk di bangku depan kantor.
Ketika kutanya asal mereka, keduanya mengaku berasal dari sebuah desa di kecamatan lain, namun masih termasuk wilayah Indramayu. Singkat cerita, si lelaki paruh baya itu hendak menikah dengan perempuan yang saat itu duduk di sampingnya. Karena hendak menikah, saya pun menanyakan surat-surat kelengkapan administrasinya. Ternyata tidak ada! Saya juga menanyakan mana walinya. Lagi-lagi tidak ada!
"Pak, kalau mau menikah resmi, silahkan dilengkapi surat-suratnya, dari desa dan KUA Kecamatan tempat Bapak tinggal. Terus perempuan juga harus ada walinya! Menikah itu bukan seperti orang mau beli kue di pasar. Kalau sudah pengen, langsung aja. Tidak memakai syarat macem-macem." ujarku dengan menahan gondok di hati.
Setelah saya korek sedemikian rupa, sang lelaki itu mengaku seorang pengemis dan masih memiliki istri. Lho, hebat kan? Pengemis saja mau poligami! Pendapatannya sehari-hari rata-rata 50 ribu.
Setelah ngobrol macam-macam, akhirnya kedua orang itu pun pulang ke desanya. Tentu saja, saya tidak bersedia menikahkan kedua orang itu. Sepulangnya tamu, saya jadi tercenung. Betapa institusi pernikahan sedemikian rupa dibuat rendah. Tanpa surat keterangan asal-usul, tanpa adanya wali, tanpa ada izin poligami, tanpa keterangan status, seenaknya saja orang mau menikah. Sungguh fenomena yang membuat hatiku pilu.
Memang menikah adalah sunnah Nabi Muhammad. Tapi tentu saja, pernikahan juga harus sesuai dengan aturan dan persyaratan yang ada.
Baca selanjutnya..
Selasa, 16 Desember 2008
Bimbang
Aku tersaput bimbang dalam sumbang
kala tegang cari pegang
Jangan Kau lari dari pelukku
Biarkan aku menuntaskan rinduku
sebelum membeku dalam asing-Mu
Aku meradang dibakar matahari
Debu beterbangan menebarkan semu
Dunia semakin tertatih
meniti di lorong-lorong cahaya
Temani aku meraup suka dalam ridha-Mu
menepis lara dan menerjang kelam
dalam siraman cahaya kasih-Mu
Jangan biarku aku dipasung bisu dalam sepi
Yogyakarta, 1993 Baca selanjutnya..
kala tegang cari pegang
Jangan Kau lari dari pelukku
Biarkan aku menuntaskan rinduku
sebelum membeku dalam asing-Mu
Aku meradang dibakar matahari
Debu beterbangan menebarkan semu
Dunia semakin tertatih
meniti di lorong-lorong cahaya
Temani aku meraup suka dalam ridha-Mu
menepis lara dan menerjang kelam
dalam siraman cahaya kasih-Mu
Jangan biarku aku dipasung bisu dalam sepi
Yogyakarta, 1993 Baca selanjutnya..
Kategori
Sastra
Kamis, 11 Desember 2008
Berlomba-Lomba jadi Caleg
Setiap kali saya berangkat ke kampus, saya terpaksa melihat berbagai baliho dan poster dari para caleg dan capres di sepanjang jalan. Sungguh, membuatku agak mual. Orang-orang berlomba-lomba mengajukan diri sebagai wakil rakyat dan pemimpin. Padahal belum tentu mereka kapabel dan memiliki integritas moral untuk mengemban amanat sebagai wakil rakyat atau pemimpin.
Euforia demokrasi setelah sekian lama terkungkung dalam rezim otoriter Orde Baru, ternyata membuat rakyat Indonesia tak ubahnya kuda binal yang baru lepas dari kandang. Orang-orang menunjukkan sikap narsistik. Merasa hebat, merasa mampu, pintar, dan seterusnya.
Bagiku, ini fenomena tidak sehat. Orang bisa dengan mudah mengajukan diri sebagai wakil rakyat atau capres. Dengan modal duit banyak, jatah kursi caleg bisa dibeli. Petinggi partai tak ubahnya cukong politik.
Di sisi lain, partai-partai gurem yang tidak memiliki basis massa kuat, akhirnya mengajukan caleg asal-asalan. Bayangkan, seorang anak "ingusan" yang tak memiliki pengalaman politik, bisa nangkring di urutan atas caleg. Ketika saya tanya tentang tugas utama seorang anggota legislatif, ia hanya melongo bingung. Ironis!
Saya setuju, kalau sistem kepartaian dipangkas. Sekarang jumlah partai sudah terlalu banyak. Banyak tokoh yang hanya karena kepentingannya di partai terdahulu tidak tertampung, ia pun buat partai baru. Mendirikan partai seolah seperti membuat karang taruna. Persoalan apakah partainya disukai rakyat atau tidak, menjadi tidak penting.
Sayang sekali, undang-undang kepartaian memang masih memungkin orang untuk mendirikan partai tanpa ada batasan jumlah. Harus ada undang-undang yang betul menyeleksi dengan ketat partai. Dengan demikian, jumlah partai tidak gemuk seperti sekarang. Akhirnya, hal itu diharapkan akan menjadi saringan ketat yang menghasilkan partai-partai yang betul memiliki basis massa dan ideologi yang kuat.
Para petualang politik yang hanya mengejar kekuasaan, harus dibatasi sepak terjangnya. Pembatasan jumlah partai bukanlah berarti melanggar HAM. Orang yang merasa mampu jadi pemimpin, silahkan mengasah dirinya dulu agar dipercaya orang. Jangan ketika tidak dipercaya, lantas berkoar-koar macam-macam. Hal itu hanya mencerminkan, dia memang belum layak jadi pemimpin yang bijak. Baca selanjutnya..
Euforia demokrasi setelah sekian lama terkungkung dalam rezim otoriter Orde Baru, ternyata membuat rakyat Indonesia tak ubahnya kuda binal yang baru lepas dari kandang. Orang-orang menunjukkan sikap narsistik. Merasa hebat, merasa mampu, pintar, dan seterusnya.
Bagiku, ini fenomena tidak sehat. Orang bisa dengan mudah mengajukan diri sebagai wakil rakyat atau capres. Dengan modal duit banyak, jatah kursi caleg bisa dibeli. Petinggi partai tak ubahnya cukong politik.
Di sisi lain, partai-partai gurem yang tidak memiliki basis massa kuat, akhirnya mengajukan caleg asal-asalan. Bayangkan, seorang anak "ingusan" yang tak memiliki pengalaman politik, bisa nangkring di urutan atas caleg. Ketika saya tanya tentang tugas utama seorang anggota legislatif, ia hanya melongo bingung. Ironis!
Saya setuju, kalau sistem kepartaian dipangkas. Sekarang jumlah partai sudah terlalu banyak. Banyak tokoh yang hanya karena kepentingannya di partai terdahulu tidak tertampung, ia pun buat partai baru. Mendirikan partai seolah seperti membuat karang taruna. Persoalan apakah partainya disukai rakyat atau tidak, menjadi tidak penting.
Sayang sekali, undang-undang kepartaian memang masih memungkin orang untuk mendirikan partai tanpa ada batasan jumlah. Harus ada undang-undang yang betul menyeleksi dengan ketat partai. Dengan demikian, jumlah partai tidak gemuk seperti sekarang. Akhirnya, hal itu diharapkan akan menjadi saringan ketat yang menghasilkan partai-partai yang betul memiliki basis massa dan ideologi yang kuat.
Para petualang politik yang hanya mengejar kekuasaan, harus dibatasi sepak terjangnya. Pembatasan jumlah partai bukanlah berarti melanggar HAM. Orang yang merasa mampu jadi pemimpin, silahkan mengasah dirinya dulu agar dipercaya orang. Jangan ketika tidak dipercaya, lantas berkoar-koar macam-macam. Hal itu hanya mencerminkan, dia memang belum layak jadi pemimpin yang bijak. Baca selanjutnya..
Kategori
Politik
Sabtu, 29 November 2008
Bold and Beautiful
How many beautiful women and handsome men. But who can guarantee the beautiful women and handsome men also have a heart and good behavior? Even often beautiful women and handsome men are like the sweet fruit outside but no worm in it. Because of that, and not any beautiful women and men nan nan stacked so that a suitable partner for those who admire and are interested in it.
Physically, Jennifer Lopez is beautiful. Perhaps there are people who do not reject it. Physically, Brad Pitt also very handsome. However, let us think more. Often we admire the physical beauty of a person because we actually do not really know more details and closer to the people. We know only through television, tabloids, magazines and other mass media. There is a far distance between ourselves with objects that our people admire physical beauty. There are the make-up, camera angle, landing style, and others that make someone appear beautiful or handsome. Even he may just not the environment we imagine.
Because we know more in less of the people we admire the beauty of the physical, so we do not even know the negative things that also are owned by people we admire it. Perhaps only a Luna Maya, for example, does not appear to be beautiful if he sleeps with a new face creased without make up and hair is untidy. Similarly, a Tora Sudiro may not appear to be stacked in the eyes when we know he is drunk stagger away in the fall of a dirty drain.
Assessment of beauty or handsomeness someone also associated with inner beauty and behavior. In other languages, there is inner beauty. Therefore, many people, including me, also no longer considered "beautiful" to the Siti Nurhaliza when she "seize" the husband. While physical beauty is not complemented by the beauty and behavior, then it is time, the physical beauty become less meaningful. Physical beauty is not more of a temptation for those who toil mengaguminya. Beauty of a Astri Ivo using closed clothes and never heard problematic in the household, about 180 degrees different with the beauty of a Pamela Anderson that interfaces dent body and the shattered house. A beauty that is calm, beauty is the only cause anxiety because of her sexual appeal.
On the other hand, a beauty or handsomeness admire other people, it should also be aware that not necessarily admired people who really fit with himself. Someone should have to learn to receive what the spouse who is supporting himself. We may partner is not as beautiful or handsome artist that we admire. However, we have really experienced and feel the love, goodness, love and our partner for this. While the people we admire beauty is not necessarily as it's now.
So let, we learn to accept what the conditions with our partner for this. Javanese people say it with the term nrimo. Arabs say it qana'ah. Nothing beautiful women if he interfaces beauty to every man with a flirtatious behavior. There is no loyalty in love that he hold tight. Nothing that handsome man if he himself only utilize the smartness to hurt many women's hearts. He spread a lot of love for the cast to many women. Baca selanjutnya..
Physically, Jennifer Lopez is beautiful. Perhaps there are people who do not reject it. Physically, Brad Pitt also very handsome. However, let us think more. Often we admire the physical beauty of a person because we actually do not really know more details and closer to the people. We know only through television, tabloids, magazines and other mass media. There is a far distance between ourselves with objects that our people admire physical beauty. There are the make-up, camera angle, landing style, and others that make someone appear beautiful or handsome. Even he may just not the environment we imagine.
Because we know more in less of the people we admire the beauty of the physical, so we do not even know the negative things that also are owned by people we admire it. Perhaps only a Luna Maya, for example, does not appear to be beautiful if he sleeps with a new face creased without make up and hair is untidy. Similarly, a Tora Sudiro may not appear to be stacked in the eyes when we know he is drunk stagger away in the fall of a dirty drain.
Assessment of beauty or handsomeness someone also associated with inner beauty and behavior. In other languages, there is inner beauty. Therefore, many people, including me, also no longer considered "beautiful" to the Siti Nurhaliza when she "seize" the husband. While physical beauty is not complemented by the beauty and behavior, then it is time, the physical beauty become less meaningful. Physical beauty is not more of a temptation for those who toil mengaguminya. Beauty of a Astri Ivo using closed clothes and never heard problematic in the household, about 180 degrees different with the beauty of a Pamela Anderson that interfaces dent body and the shattered house. A beauty that is calm, beauty is the only cause anxiety because of her sexual appeal.
On the other hand, a beauty or handsomeness admire other people, it should also be aware that not necessarily admired people who really fit with himself. Someone should have to learn to receive what the spouse who is supporting himself. We may partner is not as beautiful or handsome artist that we admire. However, we have really experienced and feel the love, goodness, love and our partner for this. While the people we admire beauty is not necessarily as it's now.
So let, we learn to accept what the conditions with our partner for this. Javanese people say it with the term nrimo. Arabs say it qana'ah. Nothing beautiful women if he interfaces beauty to every man with a flirtatious behavior. There is no loyalty in love that he hold tight. Nothing that handsome man if he himself only utilize the smartness to hurt many women's hearts. He spread a lot of love for the cast to many women. Baca selanjutnya..
Kategori
In English
Rabu, 26 November 2008
Obrolan Poligami
Seorang lelaki baru saja menikahi putri seorang ulama terkenal yang berpoligami.
"Nak, saya berpesan padamu," kata si ulama yang kaya raya itu, "perlakukan istrimu dengan baik. Jangan kau menduakannya dengan berpoligami karena akan menyakiti istrimu."
"Lho, bapak sendiri kan berpoligami?! Berarti bapak juga menyakiti ibu, istri tua bapak," protes sang menantu.
"Betul, anakku. Tapi bapak telah menyadari sakitnya poligami adalah justru obat dari sakit yang jauh lebih besar, yaitu ego kepemilikan."
"Ego kepemilikan bagaimana maksud bapak?
"Hampir semua wanita tidak rela suaminya menikah lagi. Ada rasa memiliki yang kuat dalam diri wanita terhadap suaminya. Seolah suaminya adalah miliknya sendiri. Padahal tak ada apapun yang bisa kita miliki di dunia ini, termasuk suami, istri, anak, harta, jabatan, popularitas, dan lain-lain."
"Memang tidak boleh ada rasa memiliki dalam diri kita? Repot dong kalau kita tidak memiliki. Nanti bisa-bisa suami atau istri kita berselingkuh dibiarin aja."
"Hmm. Anakku, kita semua bukan pemilik. Kita semua hanyalah orang yang diberi titipan oleh Sang Pemilik sejati, Tuhan Pencipta jagat raya. Kita diberi amanat untuk menjaga dan merawat dengan sebaik-baiknya semua yang dititipkan kepada kita, baik berupa istri, suami, anak, harta, jabatan, ketenaran, dan lain-lain. Pada saatnya, rela atau tidak rela, semua itu akan diambil kembali oleh $ang Pemiliknya."
"Maaf, bapak, mohon tidak tersinggung. Apa bukan karena ingin mengikuti hawa nafsu saja orang berpoligami? Pengen cari yang muda dan cantik?"
"Ha..ha.. Bapak sudah sering dituduh begitu. Cantik dan muda hanyalah salah satu pintu untuk memasuki tujuan yang lebih agung. Pintu itu sah adanya dan orang boleh memasukinya. Namun sekali lagi, ia tetaplah pintu, bukan isi rumah sesungguhnya."
"Ngomong-ngomong, kenapa Bapak meminta saya tidak berpoligami jika memang tujuan poligami seperti itu?"
"Karena Bapak tahu, putri Bapak belum mampu melepas selubung ego kepemilikan dari hatinya. Dan kau pun belum cukup kuat untuk memikul tanggung jawab yang besar dan bersikap adil jika berpoligami."
"Lantas ibu sendiri bagaimana? Ibu kan juga mungkin sakit hati dipoligami oleh Bapak. Apa ibu sudah bisa membuang ego kepemilikannya?"
"Ibu sudah mengetahui betapa penting membuang ego kepemilikan di dalam hati. Sekarang ibu sedang menjalani langsung hal itu. Tentu tidak selamanya mulus. Masih ada hal-hal manusiawi yang terjadi. Istri-istri Nabi sendiri masih suka cemburu."
"Jadi, saya boleh poligami tidak, Pak?"
"Belum saatnya, anakku. Poligami bukan datang dari keinginan pribadi yang diniatkan dari awal. Tapi lebih merupakan tuntutan keadaan. Ada misi sosial yang juga diemban. Sudahlah. Belajarlah lebih dulu." Baca selanjutnya..
"Nak, saya berpesan padamu," kata si ulama yang kaya raya itu, "perlakukan istrimu dengan baik. Jangan kau menduakannya dengan berpoligami karena akan menyakiti istrimu."
"Lho, bapak sendiri kan berpoligami?! Berarti bapak juga menyakiti ibu, istri tua bapak," protes sang menantu.
"Betul, anakku. Tapi bapak telah menyadari sakitnya poligami adalah justru obat dari sakit yang jauh lebih besar, yaitu ego kepemilikan."
"Ego kepemilikan bagaimana maksud bapak?
"Hampir semua wanita tidak rela suaminya menikah lagi. Ada rasa memiliki yang kuat dalam diri wanita terhadap suaminya. Seolah suaminya adalah miliknya sendiri. Padahal tak ada apapun yang bisa kita miliki di dunia ini, termasuk suami, istri, anak, harta, jabatan, popularitas, dan lain-lain."
"Memang tidak boleh ada rasa memiliki dalam diri kita? Repot dong kalau kita tidak memiliki. Nanti bisa-bisa suami atau istri kita berselingkuh dibiarin aja."
"Hmm. Anakku, kita semua bukan pemilik. Kita semua hanyalah orang yang diberi titipan oleh Sang Pemilik sejati, Tuhan Pencipta jagat raya. Kita diberi amanat untuk menjaga dan merawat dengan sebaik-baiknya semua yang dititipkan kepada kita, baik berupa istri, suami, anak, harta, jabatan, ketenaran, dan lain-lain. Pada saatnya, rela atau tidak rela, semua itu akan diambil kembali oleh $ang Pemiliknya."
"Maaf, bapak, mohon tidak tersinggung. Apa bukan karena ingin mengikuti hawa nafsu saja orang berpoligami? Pengen cari yang muda dan cantik?"
"Ha..ha.. Bapak sudah sering dituduh begitu. Cantik dan muda hanyalah salah satu pintu untuk memasuki tujuan yang lebih agung. Pintu itu sah adanya dan orang boleh memasukinya. Namun sekali lagi, ia tetaplah pintu, bukan isi rumah sesungguhnya."
"Ngomong-ngomong, kenapa Bapak meminta saya tidak berpoligami jika memang tujuan poligami seperti itu?"
"Karena Bapak tahu, putri Bapak belum mampu melepas selubung ego kepemilikan dari hatinya. Dan kau pun belum cukup kuat untuk memikul tanggung jawab yang besar dan bersikap adil jika berpoligami."
"Lantas ibu sendiri bagaimana? Ibu kan juga mungkin sakit hati dipoligami oleh Bapak. Apa ibu sudah bisa membuang ego kepemilikannya?"
"Ibu sudah mengetahui betapa penting membuang ego kepemilikan di dalam hati. Sekarang ibu sedang menjalani langsung hal itu. Tentu tidak selamanya mulus. Masih ada hal-hal manusiawi yang terjadi. Istri-istri Nabi sendiri masih suka cemburu."
"Jadi, saya boleh poligami tidak, Pak?"
"Belum saatnya, anakku. Poligami bukan datang dari keinginan pribadi yang diniatkan dari awal. Tapi lebih merupakan tuntutan keadaan. Ada misi sosial yang juga diemban. Sudahlah. Belajarlah lebih dulu." Baca selanjutnya..
Kategori
Agama Islam,
Sosial Budaya
Minggu, 23 November 2008
Tentang Kartun Nabi Muhammad
Baru-baru ini umat Islam Indonesia kembali dihebohkan dengan kartun Nabi Muhammad. Adalah blog Lapotuak dan Kebohongan dari Islam yang mempublikasikan kartun tersebut. Untung saja pihak Wordpress selaku penyedia layanan kedua blog tersebut dengan sigap menutup keduanya.
Tampaknya, umat Islam tidak pernah dibiarkan tenang oleh pihak-pihak yang memendam kebencian. Baru saja umat Islam Indonesia mulai reda dari kontroversi Ahmadiyah, kini persoalan lain dimunculkan kembali. Toleransi beragama ternyata masih menjadi pemanis bibir saja. Baca selanjutnya..
Tampaknya, umat Islam tidak pernah dibiarkan tenang oleh pihak-pihak yang memendam kebencian. Baru saja umat Islam Indonesia mulai reda dari kontroversi Ahmadiyah, kini persoalan lain dimunculkan kembali. Toleransi beragama ternyata masih menjadi pemanis bibir saja. Baca selanjutnya..
Kategori
Agama Islam
Langganan:
Postingan (Atom)