Jumat, 26 September 2008

Dendam itu Belum Berkesudahan

Oleh: Syafi'i Ma'arif
Dimuat di Republika: 19-08-2008

Pada saat kita di Indonesia sedang gencar-gencarnya mengukuhkan tali
persaudaraan lintas iman, dan sampai batas-batas yang jauh telah
memberi hasil yang sangat positif, masih ada saja pihak di belahan
bumi sana yang berupaya membuyarkannya, sekalipun tidak secara
langsung. Kali ini kita soroti Patrick Sookhdeo, seorang tokoh
penginjil melalui artikel yang berjudul '' The Myth of a Moderate
Islam'' dalam majalah Spectator (London, 30 Juli 2005), dan telah
dibantah oleh penulis Vincenzo Oliveti yang dimuat dalam majalah
Islamica dengan judul '' The Myth of 'the Myth of Moderate Islam',''
beberapa waktu yang lalu. Di mata Sookhdeo, apa yang dikenal dengan
Islam moderat dan berwajah ramah hanyalah sebuah mitos, tidak ada di
dunia nyata. Wajah Islam yang hakiki, katanya, adalah kebengisan,
kegarangan, dan kekerasan, seperti yang ditampilkan oleh segelintir
kelompok radikal, militan, bahkan teroris. Tuduhan semacam inilah yang
dikuliti Oliveti melalui tulisannya di atas.
Dalam artikel yang cukup panjang dengan data sejarah yang akurat,
Oliveti menilai Sookhdeo telah dengan sengaja memutarbalikkan fakta
yang sebenarnya, demi dendamnya kepada Islam yang belum juga
berkesudahan. Memang, sangat menyakitkan tuduhan penginjil ini yang
menyimpulkan bahwa terorisme adalah wajah Islam yang sebenarnya.
Artinya, menurut penginjil ini, mayoritas umat Islam adalah pendukung
teror. Bahwa ada sekelompok kecil umat yang terlibat dalam aksi
kekerasan dan teror memang tidak perlu ditutupi, tetapi membuat
generalisasi adalah sebuah dusta.
Agar tidak mengada-ada, Oliveti menurunkan angka-angka ini: Kurang
dari 5 persen umat Islam yang dapat dimasukkan dalam kategori
fundamentalis; dari yang 5 persen ini, kurang dari 0,01 persen yang
punya kecenderungan untuk melakukan teror atau tindak kekerasan atas
nama agama. Dengan kata lain, paling banter hanyalah seorang dari
200.000 Muslim yang mungkin dapat dimasukkan sebagai teroris.
Selebihnya adalah manusia normal belaka yang cinta damai dan
antikekerasan. Tetapi, mengapa sejak Tragedi 11 September 2001, segala
tuduhan busuk tetap saja dilemparkan kepada Islam sampai detik ini,
sekalipun sudah semakin melemah?
Oliveti kemudian menelusuri data teologis dalam Kristen dan Islam
tentang praktik paksaan dalam agama. Tulis Oliveti: ''Tidak dijumpai
dalam sejarah Islam sebuah doktrin yang menyamai doktrin St Agustinus,
cognite intrare (dorong mereka masuk--artinya 'paksa mereka
pindah iman'). Justru dalam Alquran yang ada kebalikannya: 'Tidak ada
paksaan dalam agama (2: 256)'.'' Gagasan Agustinus yang menakutkan itu
bahwa semua orang harus dipaksa ''menyesuaikan diri'' kepada ''iman
Kristen yang benar'' selama berabad-abad telah menumpahkan darah yang
tidak ada taranya.
ungguh umat Kristen lebih menderita di bawah kuasa peradaban Kristen
daripada di bawah kekuasaan Romawi pra-Kristen atau di bawah kekuasaan
lain sepanjang sejarah. Jutaan dianiaya atau disembelih atas nama
agama Kristen selama periode-periode kebid'ahan Arian, Donatist, dan
Albigenesia. Belum lagi kita berbicara tentang bermacam inkuisisi,
atau Perang Salib, di kala tentara Eropa berkata, saat menyembelih
umat Kristen dan Arab Muslim: ''Bunuh mereka semua, Tuhan akan tahu
sendiri.''
Masa lampau yang gelap ini jangan lagi disegarkan dengan cara-cara
keji yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,
saat semua pemeluk agama kini ditantang untuk menyelamatkan jenis
manusia dari harakiri perdaban modern. Penginjil Sookhdeo harus
menyadari bahwa menuduh pihak lain secara semena-mena sama saja dengan
mengkhianati Injil itu sendiri. Oliveti melanjutkan: ''Tidak perlu
dikatakan, semua pelanggaran di atas--dan sungguh semua pelanggaran
umat Kristen sepanjang abad--yang demikian itu sama sekali tidak ada
kaitannya dengan Yesus Kristus dan atau bahkan dengan Perjanjian Baru.
Sesungguhnya, tak seorang Muslim pun per definisi pernah atau akan
pernah menyalahkan semuanya ini atas pundak Yesus Kristus. Maka,
bagaimana ini berlaku sehingga Sookhdeo menyalahkan
pelanggaran- pelanggaran Muslim (sekalipun lebih kecil dibandingkan
pelanggaran Kristen) atas Alquran ...?''

Berapa banyak darah tertumpah pada waktu terjadi Gerakan Reformasi dan
Anti-Reformasi di Eropa? Menurut catatan Oliveti, tidak kurang dari
2/3 penduduk Kristen Eropa yang terbantai pada waktu itu. Itu belum
lagi dihitung perang-perang yang lain, pogrom (pembantaian
terorganisasi) , revolusi, dan genosida (pembunuhan secara teratur
terhadap sebuah etnis, suku bangsa), Perang Napoleon; perdagangan
budak Afrika yang menghabiskan nyawa sebesar 10 juta; berapa juta pula
yang musnah akibat penaklukan-penakluk an kolonial. Jangan Anda tanya
lagi berapa banyak penduduk asli Amerika yang dibantai oleh orang
Eropa, baik di Amerika Utara, Tengah, ataupun Selatan, angkanya
mencapai 20 juta selama tiga generasi.

Jika kita bergerak ke abad ke-20, angkanya semakin mengerikan.
Peradaban Barat telah mengubah peperangan ke kutub ekstrem. Perkiraan
konservatif yang mati di abad ke-20 lebih dari 250 juta. Dari jumlah
ini umat Islam hanya bertanggung jawab kurang dari 10 juta. Umat
Kristen atau mereka yang berlatar belakang Kristen telah membunuh
lebih dari 200 juta. Jumlah terbesar berasal dari Perang Dunia (PD) I
sejumlah 20 juta; setidak-tidaknya 90 persen dari angka ini dilakukan
oleh orang ''Kristen''. Angka yang lebih dahsyat lagi terjadi selama
PD II sebesar 90 juta, sekurang-kurangnya 50 persen dilakukan oleh
pihak ''Kristen''. Selebihnya terbunuh di Asia Timur.

Oliveti kemudian bertanya: ''Dengan sejarah yang serbasuram ini,
terlihat bahwa kita semua orang Eropa harus bertempur dengan fakta
bahwa Perdaban Islam dalam kenyataannya malah kurang brutal jika
disandingkan dengan Peradaban Kristen. Apakah Holocaust terhadap lebih
enam juta Yahudi yang terbunuh berlaku dengan latar belakang Peradaban
Muslim?''
Tetapi, Oliveti tidak menurunkan angka berapa pula yang terbunuh
akibat pertempuran dan konflik sesama Muslim, demi kekuasaan, dalam
berbagai periode sejarah, sebagai yang terbaca dalam ''Perspektif' '
saya dalam Gatra, 31 Juli-6 Agustus 2008, hlm 106. Tampaknya
darah lebih banyak tertumpah akibat konflik sesama Muslim dibandingkan
dengan antara Muslim dan non-Muslim. Tengok apa yang terjadi di Irak
dan Afghanistan, dan sampai batas-batas tertentu di Indonesia pada
waktu yang lalu, semuanya adalah pembunuhan oleh Muslim terhadap
Muslim, apa pun ideologi politik yang melatarbelakanginya .

Kembali kepada data terbaru Oliveti. Selama abad ke-20, kekuasaan
Barat atau Kristen bertanggung jawab atas kematian umat manusia
sekurang-kurangnya 20 kali lebih besar dibandingkan dengan kekuasaan
Muslim. Di abad ini Barat telah membinasakan manusia dengan jumlah
raksasa, lebih dahsyat dari seluruh korban yang terjadi sepanjang
sejarah Islam. Ini berlangsung sampai detik ini. Ambil contoh
pembantaian 900 ribu rakyat Ruwanda tahun 1994, di mana penduduknya
lebih 90 persen Kristen; atau tengok pula genosida atas lebih dari 300
ribu Muslim plus pemerkosaan atas lebih 100 ribu wanita Muslim oleh
Serbia Kristen di Bosnia pada 1992-1995. Maka, secara statistik,
Peradaban Kristen adalah yang terbanyak menumpahkan darah dan yang
paling kejam dibandingkan dengan peradaban manapun sepanjang sejarah.

Lebih jauh Oliveti mengkritik penggunaan senjata nuklir yang
semestinya cukup alasan bagi Barat untuk merasa malu di depan umat
manusia di muka bumi. Amerika Serikat telah menciptakan senjata nuklir
dan telah pernah menggunakannya. Bangsa-bangsa Barat lainnya juga
berupaya memonopoli persenjataan yang bisa membawa kiamat itu.
Sekalipun Islam punya konsep tentang perang yang sah (seperti halnya
agama Kristen dan Budha), tidak pernah ada dalam kultur Islam (atau
dalam kultur manapun yang bertahan sampai sekarang) yang mengidolakan
semuanya seperti yang terdapat dalam kultur Barat.

Selanjutnya, manusia Barat menganggap dirinya suka damai, tetapi dalam
kenyataannya kelembutan dan keluhuran Perjanjian Baru, dan watak
cinta-damai demokrasi, jarang sekali tecermin dalam kultur rakyat umum
Barat. Yang berlaku dalam kultur itu, seperti terlihat dalam film-film
Hollywood, TV Barat, permainan video, musik populer, dan hiburan
sport--adalah untuk mengagungkan dan menanamkan kekerasan. Maka,
tidaklah mengherankan tingkat angka pembunuhan jauh lebih tinggi di
dunia Barat tinimbang di negeri-negeri Muslim. Mengapa seorang
Sookhdeo tidak mau becermin?
Komentar saya, terasa sekali kemarahan Oliveti terhadap seorang
penginjil yang tidak adil dalam membaca masa lampau Barat yang sarat
dengan pertumpahan darah. Tetapi, kemarahan serupa juga wajib kita
alamatkan kepada kelompok kecil Muslim yang senang membajak Tuhan,
demi darah Muslim dan non-Muslim

Posting Komentar