Minggu, 21 September 2008

Renungan Puasa

Sebagaimana ibadah yang lain, seperti shalat, puasa juga memiliki sisi batin yang hanya sedikit orang yang mampu menembusnya. Pada shalat, orang yang betul-betul merasakan khusyuk pada akhirnya bisa mencapai mikraj, bertemu dengan Tuhan. Pada titik itulah, shalat tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban rutin lahiriah yang berat dan menjemukan.

Dalam puasa, hanya sedikit orang-orang yang bisa melewati tahapan lahiriah: tidak makan, minum, dan berhubungan seksual. Puasa betul-betul menjadi sesuatu yang membuat seseorang bisa melayang-layang dengan ringannya laksana kapas. Ia tidak lagi terbelenggu oleh jerat lahiriah: lapar, haus, lemas. Ia telah menembus lapisan lahiriah dari puasa. Ia memasuki dimensi batiniah yang justru membebaskannya. Ia dengan merdeka beraktifitas tanpa direcoki oleh keinginan lahiriah seperti makan, minum, nafsu seksual, dan lain-lain.

Memang tidak mudah bagi seorang yang berpuasa untuk bisa lepas dari jerat lahiriahnya. Lagi-lagi, ia mungkin hanya tersiksa oleh lapar, haus, dan lemas. Ia tidak mampu menukik lebih dalam dengan jiwanya sehingga puasa dirasakan sebagai sesuatu kenikmatan spiritual yang tiada tara.

Namun, Allah juga Maha Tahu dengan para hamba-Nya. Ketika sebagian besar hamba-Nya hanya berhenti pada tahapan lahiriah dalam beribadah, termasuk puasa, maka ibadah mereka pun tetap diterima-Nya. Ibadah mereka mempunyai makna dan memperoleh pahala di sisi-Nya. Paling tidak, dengan lapar dan dahaga seseorang bisa merasakan betapa susahnya orang-orang papa yang sedang kesulitan rezeki. Dengan lapar dan dahaga, ia diharapkan merasakan arti solidaritas sosial.

Kita seharusnya terus menuju ke arah ibadah yang lebih baik, tidak hanya berhenti pada tahapan-tahapan lahiriah. Hal itu karena tahapan-tahapan lahiriah sering kali justru dirasakan berat dan menjemukan. Apalagi jika tidak disertai oleh keikhlasan dan keimanan kepada Tuhan, yang telah memerintahkan ibadah tersebut.

Posting Komentar